Saturday, March 15, 2008
Mengendalikan Ego Pribadi
Penyakit yang paling banyak menghinggapi mental manusia sehingga dapat menarik dirinya dari ketinggian sebagai makhluk spiritual menuju pada kerendahan adalah memiliki kesombongan diri. Ya, kesombongan ini sangat dekat dengan kehidupan kita dan benihnya seringkali muncul tanpa kita sadari. Kesombongan dapat muncul kerana adanya ego pribadi yang berlebihan, adanya kebanggaan diri yang berlebihan, adanya rasa percaya diri yangberlebihan. Dengan demikian manusia yang dapat mengendalikan diri dari kesombongan bermakna ia telah mengendalikan ego pribadinya. ego dapat meningkatkan kualiti mental menjadi lebih bernilai tinggi.

Memang dalam diri setiap manusia sudah memiliki ego pribadi. Dalam aturan yang wajar, ego pribadi ini menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri "self-esteem" dan memiliki kepercayaan diri " self-confidence'. Keduanya merupakan faktor positif dalam meningkatkan kualiti pribadi setiap individu menjadi lebih tinggi. Namun, kalau keduanya berlebihan dalam diri kita, itu akan berubah menjadi kebanggaan "pride" yang sangat dekat dengan kesombongan. Batas antara kebangaan dan kesombongan ini sangat tipis sekali. Ketika berubah menjadi kesombongan, maka akan melahirkan ego pribadi yang merugikan.

Manusia pada awalnya adalah makhluk spiritual murni yang berada dalam kutub diri sejati yang terbebas dari segala macam pengaruh material, status sosial, dan pengaruh lainnya. Namun seiring dengan perkembangan kehidupannya, manusia kemudian mengenal material, status sosial, harga diri yang dapat mengarahkannya kepada ego pribadi.

Ketika manusia memiliki ego pribadi yang berlebihan, ini merupakan akar masalah yang melahirkan kesombongan, keserakahan, rakus, iri, dengki, tidak senang melihat kejayaan orang lain dan berbagai sifat negatif lainnya.

Mengendalikan ego pribadi bermaksud berusaha meningkatkan kualiti mental dan pribadi kita menuju standar lebih tinggi. Mengendalikan ego pribadi dalam batas yang wajar, dapat memberikan nilai positif kedalam diri setiap individu, sehingga menghasilkan perilaku yang positif pula.

Bagaimana agar kita dapat mengendalikan ego pribadi dalam diri tidak muncul berlebihan dalam kehidupan? Bagaimana mengarahkan kebanggaan diri tidak sampai pada kesombongan yang menjadi sifat negatif yang merugikan?.

Beberapa sikap dibawah ini dapat menjadi pertimbangan bagi setiap orang untuk dapat mengendalikan ego pribadinya agar tidak muncul secara berlebihan:

* Mengubah pusat orientasi hidup dengan banyak memikirkan orang lain
* Mengembangkan sikap ikhlas menolong orang lain
* Memiliki kesediaan hati untuk membantu orang yang kesusahan
* Mengembangkan sikap empati terhadap orang lain
* Bersedia memberikan bantuan dengan keikhlasan
* Kerendahan hati untuk berbagi dengan sesama
* Banyak menanamkan kebaikan dalam hidup

Mungkin terasa sulit pada awalnya untuk membiasakan diri melakukan hal-hal positif tersebut diatas, kerana besarnya daya tarik gravitasi ego pribadi dalam diri setiap manusia. Tidak mudah memang melakukannya, kerana besarnya gaya tarik internal dari nafsu dalam diri kita.

Disini diperlukan kesedaran hati dan jiwa manusia untuk dapat kembali menempatkan posisi dirinya pada kutub diri sejati atau kembali dalam kemurnian suara hati. Diperlukan kesedaran manusia untuk memahami dimana posisi dirinya dalam kehidupan ini. Memahami bahwa dirinya adalah sebagai "abdi" atau sebagai " hamba" dari Allah Tuhan Yang Maha Memiliki Kehidupan.

Kesedaran seperti ini akan menjadikan kita lebih mudah membebaskan diri dari kekuatan pengaruh material dan berbagai simbol2 duniawi lainnya, membebaskan dari pengaruh nafsu keinginan berlebihan dalam diri kita. Hal inilah yang dapat mendorong manusia mengendalikan ego pribadinya. Kerana kita akan menyedari bahawa sesungguhnya kita hanyalah kecil dihadapan Allah. Kita akan menyedari bahawa hidup ini adalah milik Allah. Menyedari bahawa semua yang melekat dalam diri kita, berbagai gelar, pangkat, jabatan, harta kekayaan, sifatnya sementara dan akan menjadi milik Allah. Menyedari bahawa tujuan tertinggi kehidupan adalah kembali kepada Allah SWT.
 
posted by Leon at 3:45 PM | Permalink | 0 comments
Tuesday, March 11, 2008
Pesan untuk Saya, Anda, dan Mereka
...kita tak hidup sendiri di dunia... manusia sendiri-sendiri tak dapat hidup sempurna, dan tak mungkin hidup sebagai manusia, tak mungkin lengkap manusianya. Manusia yang mau hidup sendiri tak mungkin mengembangkan kemanusiaannya. Manusia perlu manusia lain...

...Jangan paksakan Tuhanmu pada orang lain, seperti juga jangan paksakan kemanusiaanmu pada orang lain. Manusia perlu manusia lain... manusia harus belajar hidup dengan kesalahan dan kekurangan manusia lain... Kita harus selalu bersedia mengampuni dan memaafkan kesalahan dan dosa-dosa orang lain. Juga kita harus selalu memaafkan dan mengampuni orang-orang yang berdosa terhadap diri kita sendiri...

...Ingatlah ucapan Bismillahirrahmanirrahim...

Tuhan adalah yang Maha Pemurah dan Pengampun. Di sinilah kunci kemanusiaannya manusia yang diturunkan Tuhan kepada manusia. Sedang Tuhan dapat mengampuni segala dosa jika yang berdosa datang pada-Nya dengan kejujuran dan penyesalan yang sungguh. Apalagi kita, manusia yang biasa dan daif ini, di mana kekuasaan kita untuk menjadi hakim yang mutlak, dan menjatuhkan hukuman tanpa ampun kepada sesama manusia?...

...Kemanusiaan hanya dapat dibina dengan mencinta dan bukan dengan membenci. Orang yang membenci tidak saja hendak merusak manusia lain, tetapi pertama sekali merusak manusia dirinya sendiri...

...Orang yang berkuasa, jika dihinggapi ketakutan, selalu berbuat zalim... ingatlah, hidup orang lain adalah hidup kalian juga... Sebelum kalian membunuh harimau yang buas itu, bunuhlah lebih dahulu harimau dalam hatimu sendiri... mengertikah kalian... percayalah pada Tuhan... Tuhan ada... manusia perlu bertuhan...

(Dikutip dari novel Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis. Pustaka Jaya, 1989)
 
posted by Leon at 9:32 AM | Permalink | 1 comments
Tuesday, March 4, 2008
Jawapan Kepada Segala Persoalan
Seseorang berjalan berhampiran sebuah kebun tembikai. Buah-buah tembikai yang besar sedang masak ranum di kebun itu. Berhampiran pohon tembikai itu terdapat sepohon pinang yang berbuah.

Dia tertanya-tanya:

"Kenapa Tuhan jadikan buah tembikai yang besar berada di bawah sedangkan buah pinang yang kecil berada di atas?"

Oleh kerana terlalu mengantuk dia pun tertidur di bawah pohon pinang itu. Tiba-tiba sebiji buah pinang jatuh ke atas kepalanya,

"Aduh!!"

Dia pun terfikir:

"Kalaulah buah pinang ini sebesar buah tembikai, sudah tentu aku dah jadi arwah. Inilah menunjukkan bahawa adilnya Tuhan yang menjadikan buah pinang yang kecil di atas dan buah tembikai yang besar di bawah."

Setelah berpuas hati dengan jawapan yang telah ditemui bagi persoalannya tadi, dia pun bangun dan meneruskan perjalanan. Tidak berapa lama kemudian dia melalui di bawah sepohon kelapa. Tiba-tiba:

"Buppp!!!"

Sebiji buah kelapa yang sama besar saiznya dengan buah tembikai jatuh dan hampir-hampir mengenai kepalanya.

Dia pun terfikir sekali lagi:

"Kenapa pula Tuhan jadikan buah kelapa yang bersaiz besar berada di atas?"

"Aah... lupakan saja persoalan itu. Yang penting, Tuhan tetap Maha Adil dan Hanya Dia Yang Maha Mengetahui jawapan bagi segala persoalan-persoalan..."
 
posted by Leon at 12:24 PM | Permalink | 2 comments
The Story of Ah Kau
Ah Kau is a guy who sells newspaper every morning next to your apartment, and you are one of his daily regular customers. Before dashing off to your office every day, you will go to his small stall and buy The Star newspaper. Wearing a newly pressed shirt, a tie, and a pair of Clarks shoes, you grab a copy of The Star, pay RM1.20 and exchange smiles with Ah Kau and greet him.

"Apa macam Ah Kau ini hari? Bisnes ada baik?"

The normal greeting like you do every day. Yes, Ah Kau doesn't speak English. He speaks Chinese and knows a little bit of Malay. He speaks a little bit of Malay but with a very thick Chinese accent.

"Biasa saja! ini bisnes aa, kadang kadang baik, kadang kadang tada untung."

"Biasalah hidup. Kadang kadang ok, kadang kadang tak ok."

You give Ah Kau a pat on the back. You smile and walk away and get into your car. You start the engine and start driving to your office, a multinational semiconductor company located in a premier industrial area. You are a young and promising finance executive and the future looks bright for you.

A year goes by and things look pretty good on the track. You decide to marry your fiance and have your new wife moves in to your place. Both of you feel happy because you can save more money as the two of you will be sharing one apartment and can live as one.

Ah Kau is still selling the newspaper as usual. Sometimes in the morning your wife gets the newspaper from Ah Kau instead of you.

A year later a child comes along, and you decide to buy and move into a newly developed condominium just across the street. This place is bigger so it will be perfectly fit for the 3 of you. But since both of you are working, you decide to get a maid to take of the household and your kid.

By this time you're offered a managerial job from another multinational; the remuneration package offered is much better in terms of the pay, contractual bonus, medical benefits, ESOS scheme and a few others which make it impossible for you to decline. So you join this company happily.

You get busier. You realize that you spend less and less time with your family. When your department is busy preparing for the next audit, your working hours become more and more ridiculous. Any internal issues arising in the office means you'll be stuck in the office until 8 or 9 pm. Sometimes, during the weekend, you'll spend your time in your office, buried under paper works and documentations, instead of taking your family for a walk in the park.

One morning, on your way to get your copy of The Star, you realized that Ah Kau is no longer in his stall. So is his rundown motorbike. Instead, there's another young Chinese guy at the stall.

"What happen to Ah Kau?" You ask out of curiosity.

"Oh, he is still around, but he is no longer taking care of this stall as he has opened up a new grocery shop down town. I am running this newspaper stall for him."

"Ok." you smile. You feel happy for Ah Kau. At last he manages to improve his life.

Your normal life continues. A year passes by and at the end of your company's fiscal year, you're rewarded for your effort with a 5 months bonus pay-out by your employer. Wow. Now that is a very handsome reward. You feel your effort has been equally compensated. To celebrate, you decide that it's time to trade your 5-year old Proton Wira to the latest Honda Civic model. It won't be much a problem to you to get a loan scheme from the bank as your pay slip will provide you an easy gateway to access financial help from any bank.

One day, the hardest reality of life hits you right on the face. The company that you've been working for years announces that they're moving their business to China for cost and competitive reason and has asked you to find a job somewhere else.

"What?"

You scream out cold. "I got a lot of liabilities on the card! Who's gonna pay for my mortgage? My car? My credit card? My gym fees? My bills?" You yell like there's no way out.

This is the first time you feel let down by your own employer. All your hard work seem to go up on the smoke. You feel sick. You now hate your company. On the way home, you stopped by at a mamak restaurant for a cup of teh tarik while pondering
about your future.

Alone.

Suddenly you saw this new, shiny BMW 3 series being parked nearby. And to your surprise, it was Ah Kau. Yes, Ah Kau who used to sell newspapers nearby your old apartment.

"What happened to old Ah Kau?" You whisper to your self.

Ah Kau still recognizes you, and sit next to you, and shared his story.

To make it short, Ah Kau had accumulated his money from selling newspapers to open more stalls, one after another. Every new stall is run by his workers so that he focused on opening more and more stalls, which in turn give him more and more money.



Over the years, he had accumulated enough cash to open up new grocery store while at the same time buying more assets to grow his wealth. And his current wealth and success is achieved without any loan or financial help from banks and other
financial institutions.

There you go. That's the story. While Ah Kau is set to become financially free, you're back to where you're started before. Ground zero .

Before leaving, Ah Kau gives you a familiar quote,

" Biasalah hidup. Kadang kadang ok, kadang kadang tak ok."

He gives you a pat on the back and walks away.

In reality, if you're observant enough, there are a lot of Ah Kaus out there, that you will see every day and every where you go. The names are different, but inside them is every character of Ah Kau. They might be Uncle Dorai, Ah Chong, Pak Abu, Makcik Gemuk, Pak Man nasi lemak or others.

They look to be struggling on the surface, but if you look carefully and compare with you life, many of them are living with little or no liabilities. They ride an old kapcai bike. They live in an old rundown house. They don't have credit card to swipe. They wear a 10-year old shirt and short. No new, shiny Toyota Harrier.
In short, their living means are far below than yours. But what you don't realize is that many of them can save more money than yours, and over the years generate enough money to expand their business, or invest in properties. Their asset columns are much thicker than that of yours.

So the next time you see Ah Kaus, never look down on them, and never under estimate them. Or else you're up for a harsh reality lesson.


Someone forward this stimulating story to me. Enjoy and take lessons on the importance of financial management and living within our means
 
posted by Leon at 11:50 AM | Permalink | 0 comments
Sunday, March 2, 2008
Kisah Si Penari Muda
Ada seorang gadis muda yang sangat suka menari. Kepandaiannya menari sangat menonjol berbanding dengan kawan-kawannya, sehingga dia seringkali menjadi juara di pelbagai pertandingan yang diadakan. Dia berfikir, dengan apa yang dimilikinya pada saat itu, apabila dewasa nanti dia ingin menjadi penari kelas dunia. Dia membayangkan dirinya menari di Russia, China, Amerika, Jepun, serta ditonton oleh ribuan orang yang memberi tepuk tangan kepadanya.

Suatu hari, kotanya dikunjungi oleh seorang pakar tari yang berasal dari luar negeri. Pakar ini sangatlah hebat, dan dari latihannya telah banyak dilahirkan penari-penari kelas dunia. Gadis muda ini ingin sekali menari dan menunjukkan kebolehannya di depan sang pakar tersebut, bahkan jika mungkin memperoleh kesempatan menjadi muridnya.

Akhirnya kesempatan itu datang juga. Si gadis muda berhasil bertemu dengan sang pakar di belakang panggung, selepas sebuah pertunjukan tarian. Si gadis muda bertanya "Encik, saya ingin sekali menjadi penari kelas dunia. Apakah anda punya waktu sejenak, untuk menilai saya menari ? Saya ingin tahu pendapat anda tentang tarian saya".

"baiklah, menarilah di depan saya selama 10 minit", jawab sang pakar.

Belum lagi 10 minit berlalu, sang pakar berdiri dari kerusinya, lalu berlalu meninggalkan si gadis muda begitu saja, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Betapa hancur si gadis muda melihat sikap sang pakar. Si gadis langsung berlari keluar.

Pulang kerumah, dia langsung menangis tersedu-sedu. Dia menjadi benci terhadap dirinya sendiri. Ternyata tarian yang selama ini dia bangga-banggakan tidak ada kehebatannya di hadapan sang pakar. Kemudian dia ambil kasut tarinya, dan dia buangkan ke dalam tong sampah. Sejak saat itu, dia bersumpah tidak akan lagi menari.

Puluhan tahun berlalu. Sang gadis muda kini telah menjadi ibu dengan tiga orang anak. Suaminya telah meninggal. Dan untuk menyara keluarganya, dia bekerja menjadi pelayan dari sebuah kedai di sudut jalan.

Suatu hari, ada sebuah pertunjukan tarian yang diadakan di kota itu. Nampak sang pakar berada di antara para penari muda di belakang panggung. Sang pakar nampak tua, dengan rambutnya yang sudah putih. Si ibu muda dengan tiga anaknya juga datang ke pertunjukan tarian tersebut.

Selepas acara, ibu ini membawa ketiga anaknya ke belakang panggung, mencari sang pakar, dan memperkenalkan ketiga anaknya kepada sang pakar. Sang pakar masih mengenali ibu muda ini, dan kemudian mereka bercerita secara akrab.

Si ibu bertanya ", Encik, ada satu pertanyaan yang disimpan di hati saya. Ini tentang penampilan saya sewaktu menari di hadapan anda bertahun-tahun yang silam. Sebegitu terukkah penampilan saya saat itu, sehingga anda langsung pergi meninggalkan saya begitu saja, tanpa berkata walau sepatah kata pun ?".

"oh ya, saya ingat peristiwanya. Terus terang, saya belum pernah melihat tarian seindah yang kamu lakukan waktu itu. Saya rasa kamu akan menjadi penari kelas dunia. Saya tidak mengerti mengapa kamu tiba-tiba berhenti dari dunia tari", jawab sang pakar.

Si ibu muda sangat terkejut mendengar jawaban sang pakar.

"ini tidak adil", seru si ibu muda. "sikap anda telah mencuri semua impian saya. Kalau memang tarian saya bagus, mengapa anda meninggalkan saya begitu saja ketika saya baru menari beberapa minit. Anda seharusnya memuji saya, dan bukan mengacuhkan saya begitu saja. Semestinya saya boleh menjadi penari kelas dunia. Bukan hanya menjadi pelayan kedai !".

Si pakar menjawab lagi dengan tenang "tidak …. Tidak, saya rasa saya telah berbuat dengan benar. Anda tidak harus makan seperiuk bubur untuk membuktikan bubur itu enak. Demikian juga saya. Saya tidak harus menonton anda 10 minit untuk membuktikan tarian anda bagus. Malam itu saya juga sangat lelah setelah pertunjukkan. Maka sejenak saya tinggalkan anda, untuk mengambil kad nama saya, dan berharap anda mahu menghubungi saya lagi keesokan hari. Tapi anda sudah pergi ketika saya keluar.

Dan satu hal yang perlu anda camkan, bahwa anda mestinya fokus pada impian anda, bukan pada ucapan atau tindakan saya. Lalu pujian? Kamu mengharapkan pujian? Ah, waktu itu kamu sedang bertumbuh. Pujian itu seperti pedang bermata dua. Ada kalanya memotivasimu, boleh pula melemahkanmu.

Dan faktanya saya melihat bahawa sebahagian besar pujian yang diberikan pada saat seseorang sedang bertumbuh, hanya akan membuat dirinya puas dan pertumbuhannya berhenti. Saya justeru lebih suka mengacuhkanmu, agar hal itu boleh membuatmu menjadi lebih baik dengan lebih cepat lagi. Lagi pula, pujian itu seharusnya datang dari keinginan saya sendiri. Tidak harus anda meminta pujian dari orang lain".

"anda lihat, ini sebenarnya hanyalah masalah kecil. Seandainya anda pada waktu itu tidak menghiraukan apa yang terjadi dan tetap menari, mungkin hari ini anda sudah menjadi penari kelas dunia. Mungkin anda sakit hati pada waktu itu, tapi sakit hati anda akan cepat hilang begitu anda berlatih kembali. Tapi sakit hati kerana penyesalan anda hari ini tidak akan boleh hilang selama-lamanya ……..".
 
posted by Leon at 8:48 AM | Permalink | 0 comments